Minggu, 27 Juni 2010

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan mempunyai arti yang sangat penting dalam kehidupan kita, baik dalam kehidupan individu, bangsa maupun negara. Oleh karena itu pendidikan harus dilaksanakan dengan sebaik-baiknya, sehingga sesuai dengan tujuan. Keberhasilan suatu bangsa terletak pada mutu pendidikan yang dapat meningkatkan kualtias sumber daya manusianya. Pendidikan pada dasarnya suatu proses untuk membantu manusia dalam mengembangkan dirinya, sehingga mampu menghadapi segala perubahan dan permasalahan dengan sikap terbuka serta pendekatan-pendekatan yang kreatif tanpa harus kehilangan identitas dirinya. Sekolah merupakan bagian dari sistem pendidikan formal yang mempunyai aturan-aturan jelas atau lebih dikenal dengan GBPP (Garis-garis Besar Program Pengajaran) sebagai acuan proses pembelajaran dan guru sebagai fasilisator yang berperan dalam keberhasilan seorang siswa.
Supervise pendidikan mencakup bukan saja proses pembelajaran melainkan juga meliputi saran prasarana, keuangan,ketenagaan, dan lingkungan. Dengan supervise akademik dimaksudkan supervise yang dilakukan khusus oleh pihak lain (bisa guru, kepala sekolah ataupun penganwas). Khusus untuk mengatasi kesulitan-kesulitan dalam proses pembelajaran yang dialami oleh para guru. Mulyasa (2002) menyebutkan supervise pendidikan dapat dimaknai sebagai kegiatan pemantauan oleh Pembina dan kepala sekolah terhadap implementasi menejemen berbasis sekolah termasuk pelaksanaan kurikulum penilaian kegiatan belajar mengajar di kelas, pelurusan penyimpangan, peningkatan keadaan, perbaikan program, dan pengenbangan kemampuan prifesional guru.


1. Pengertian Supervisi
Konsep supervisi modern dirumuskan oleh Kimball Wiles (1967) sebagai berikut : “Supervision is assistance in the devolepment of a better teaching learning situation”. Supervisi adalah bantuan dalam pengembangan situasi pembelajaran yang lebih baik. Rumusan ini mengisyaratkan bahwa layanan supervisi meliputi keseluruhan situasi belajar mengajar (goal, material, technique, method, teacher, student, an envirovment). Situasi belajar inilah yang seharusnya diperbaiki dan ditingkatkan melalui layanan kegiatan supervisi. Dengan demikian layanan supervisi tersebut mencakup seluruh aspek dari penyelenggaraan pendidikan dan pengajaran.
Konsep supervisi tidak bisa disamakan dengan inspeksi, inspeksi lebih menekankan kepada kekuasaan dan bersifat otoriter, sedangkan supervisi lebih menekankan kepada persahabatan yang dilandasi oleh pemberian pelayanan dan kerjasama yang lebih baik diantara guru-guru, karena bersifat demokratis.











PEMBAHASAN
Dari uraian tersebut ternyata ditemukan masalah-masalah yang timbuL berdasarkan pengalaman-pengalaman berkerja dari guru-guru yang saya wawancarai di desa sekitar rumah saya di SMA Taman Siswa Serdang Bedagai. Umumnya keluhan-keluhan yang mereka rasakan sama, yaitu tidak lengkapnya informasi yang diterima, keadaan sekolah yang tidak sesuai dengan tuntutan kurikulum, masyarakat yang tidak mau membantu, keterampilan menerapkan metode yang masih harus ditingkatkan dan bahkan proses memecahkan masalah belum terkuasai. Dengan demikian, guru dan Kepala Sekolah yang melaksanakan kebijakan pendidikan di tingkat paling mendasar memerlukan bantuan-bantuan khusus dalam memenuhi tuntutan pengembangan pendidikan, khususnya pengembangan kurikulum.

Prinsip supervisi
Berdasarkan pengalaman dari para guru yang saya wawancarai, supervisi haruslah merupakan sebuah proses tindakan yang secara sadar mengarahkan guru dan pengawas untuk bekerja secara bersama dalam merencanakan pembelajaran. Prinsip ini sesuai dengan keyakinan bahwa kemampuan seorang guru dan pengawas hanya dapat berkembang dalam beberapa hal pada suatu waktu (teacher and supervisor can improve only on a few things at one time). Artinya kita tidak dapat mengembangkan beberapa aspek dari perilaku secara simultan. Peningkatan keterampilan dan pengetahuan biasanya terjadi ketika seorang guru dan pengawas telah memahami suatu proses secara bersama, kemudian bersepakat untuk mencari pengetahuan dan keterampilan baru yang lebih baik lagi.
Sebagaimana halnya berlatih badminton, sangat tidak mungkin seorang pelatih mengajarkan cara men-smash, memukul lob, bermain netting, dan teknik servis sekaligus pada waktu yang sama. Semuanya memerlukan tahapan sesuai dengan keinginan bersama antara pelatih dan pemain. Demikian juga dengan mengajar, pengawas harus membantu guru untuk fokus pada keterampilan membuat lesson design di tahap awal, baru kemudian memikirkan instructional strategies yang paling tepat untuk digunakan dan seterusnya.
Prinsip kedua yang di yakini harus dimiliki guru dan pengawas dalam berinteraksi adalah bahwa seseorang dapat berkembang jika cara kerjanya terus dihargai dan tidak berada di bawah tekanan atau ancaman (teachers improve the most when they are not threatened). Memberikan kebebasan kepada guru untuk bekerja secara maksimal dan mendiskusikan ketimbang terus memberikan instruksi adalah sebuah pendekatan yang harus disadari semua pengawas. Tidak mudah bagi seorang guru yang telah lelah dalam mengajar tetapi harus mengalami tekanan dari pengawas. Karena itu, kesadaran untuk saling belajar sangat dibutuhkan dalam siklus supervisi yang sehat dan berkesinambungan.
Ketiga, para guru juga memercayai bahwa mereka dapat belajar dengan lebih baik ketika mereka diberi kesempatan untuk menganalisis dan menilai cara mengajar mereka sendiri (teachers learn better when they have the opportunity to analyze and judge their own performance). Semakin sering kesempatan seperti ini dilakukan, maka pengawas akan lebih mudah dalam menjalankan tugasnya. Kata kunci dari proses ini adalah keinginan pengawas untuk selalu belajar dari cara guru menilai performa mereka sendiri, kemudian mendiskusikannya dalam batas pemahaman dan pengalaman yang diperoleh guru ketika berinteraksi dengan siswa di dalam kelas.
Dalam tahapan ini, biasanya pengawas yang cerdas selalu bertanya, "Bagaimana perasaan Bapak/Ibu hari ini ketika mengajar tadi?" Artinya, pengawas secara sadar belum akan menilai performa seorang guru sebelum memberi kesempatan terlebih dahulu kepada guru tersebut untuk menilai performa mereka hari itu. Jika proses ini dilakukan seorang pengawas, sesungguhnya dia sedang mengubah mentalitas guru dari yang sebelumnya sangat bergantung pada pola pengawasan serba ketat dan instruktif, menjadi lebih independen dan percaya diri karena diberi kepercayaan untuk menilai performa mereka sendiri.
Prinsip keempat atau terakhir yang mereka yakini adalah bahwa peningkatan kemampuan guru akan terjadi jika proses supervisi didasarkan pada semangat hubungan pembelajaran yang saling menolong daripada semata-mata hanya menilai baik-buruk atau salah-benarnya seorang guru (improvement is greater when supervision is perceived as learning-helping relationship rather than a judgemental relationship). Tujuan yang paling fundamental dari sebuah proses supervisi adalah menolong orang lain agar menjadi guru yang lebih baik sehingga kemampuan mendesain rencana pembelajaran dan mengajarnya itu sendiri terus berkembang.
Meskipun penilaian dan evaluasi sangat dibutuhkan dalam proses supervisi, kedua hal ini harus dipandang sebagai tools atau instrumen yang justru dapat digunakan untuk menolong seseorang dalam meningkatkan kemampuan mengajarnya. Selain itu, rasa saling percaya (trust) adalah kunci pokok dalam membangun hubungan yang lebih kooperatif antara guru dan pengawas. Rasa saling percaya hanya akan tumbuh ketika kejujuran, komunikasi yang terbuka, serta komitmen untuk meningkatkan pelayanan pendidikan terhadap siswa ke arah yang lebih baik disepakati bersama antara pengawas dan guru. Prinsip-prinsip inilah yang penting dan perlu untuk dipahami sekaligus dilakukan para pengawas dan guru di lingkungan sekolah masing-masing.

Siklus supervisi
Jika keempat prinsip di atas disepakati, beberapa tahapan dalam siklus supervisi pasti akan dengan mudah dilakukan. Proses dan siklus supervisi yang akan dikembangkan biasanya mencakup 3 (tiga) tahap, yaitu :
(1) merumuskan dan mendiskusikan rancang bangun rencana pembelajaran (lesson design)
(2) melakukan observasi kelas untuk memastikan apakah skema lesson design diajarkan secara benar; serta
(3) me-review proses pengajaran berdasarkan observasi dan pencatatan yang dilakukan oleh pengawas.
Jelas sekali ketiga tahapan ini memerlukan pengetahuan, pemahaman, dan ketersediaan waktu yang cukup bagi pengawas ketika akan melakukannya.
Ketiga tahapan ini memang ideal. Namun, untuk kasus pengawasan di sekolah-sekolah kita, pada prakteknya tak semua pengawas mampu melakukannya. Hal ini paling tidak karena dua hal. Pertama, jumlah pengawas yang masih terbatas, sementara jumlah sekolah lebih banyak. Selain itu, di beberapa daerah pengawas juga menjadi kurang maksimal melakukan proses supervisi yang ideal karena jarak antarsekolah berjauhan.
Kedua, tingkat kemampuan dan pemahaman pengawas terhadap siklus pengawasan juga belum merata sehingga banyak sekali pengawas yang datang ke sekolah hanya duduk di ruang kepala sekolah, memanggil guru tanpa melakukan observasi kelas. Untuk itulah ketiga tahapan di atas penting untuk dipahami secara jelas oleh para pengawas.
Berdasarkan empat prinsip supervisi di atas, pada tahap awal harus terjadi diskusi secara intensif antara pengawas dan guru tentang rancang bangun rencana pembelajaran yang meliputi topik-topik yang akan diajarkan, bagaimana merumuskan tujuan pembelajaran secara ideal dan berdasar kebutuhan siswa, melakukan prosedur pengajaran sesuai pilihan instructional strategies yang telah ditetapkan, serta melihat bagaimana guru memastikan bahwa apa yang akan diajarkannya dipahami siswa (evaluation).
Pada tahap kedua pengawas juga dituntut dan perlu melakukan observasi kelas untuk memastikan apa yang ditulis dalam rencana pembelajaran diajarkan sesuai dengan desainnya. Ketika melakukan observasi kelas, pengawas seyogianya menghindari interaksi langsung dengan guru. Pengawas hanya mengobservasi dan membuat catatan sebanyak mungkin selama proses interaksi belajar-mengajar berlangsung. Catatan menjadi penting untuk melihat kesesuaian antara topik, tujuan, proses pengajaran, dan evaluasi yang ditulis dalam rencana pembelajaran.
Tahap terakhir adalah melakukan review terhadap proses belajar-mengajar yang telah dilakukan guru. Proses review sebaiknya dilakukan berdasarkan rekaman dan data yang diperoleh pengawas secara langsung ketika melakukan observasi kelas, dan pengawas sebaiknya menghindari untuk menilai terlebih dahulu, tetapi hanya menunjukkan tentang apa yang telah diobservasi. Jika guru telah membaca dengan seksama data hasil observasi tersebut, barulah didiskusikan dan dianalisis, pada aspek apa guru harus memperbaiki performanya. Hasil dari diskusi ini kemudian dicatat dan disepakati guru dan pengawas, untuk dijadikan bahan perbaikan pada proses pembelajaran berikutnya. Pertanyaan sederhananya adalah, seberapa banyak dari pengawas dan guru kita yang memahami prinsip supervisi dan melakukan proses dan siklus supervisi yang ideal seperti ini?
Selain itu, Profesionalisme menjadi tuntutan dari setiap pekerjaan. Apalagi profesi guru yang sehari-hari menangani benda hidup yang berupa anak-anak atau siswa dengan berbagai karakteristik yang masing-masing tidak sama. Pekerjaaan sebagai guru menjadi lebih berat tatkala menyangkut peningkatan kemampuan anak didiknya, sedangkan kemampuan dirinya mengalami stagnasi.
Guru juga perlu membekali diri dengan pengetahuan tentang psikologi pendidikan dalam menghadapai siswa yang berneka ragam. Karena tugas guru tidak hanya sebagai pengajar, tetapi sekaligus sebagai pendidik yang akan membentuk jiwa dan kepribadian siswa. Maju dan mundur sebuah bangsa tergantung pada keberhasilan guru dalam mendidik siswanya.
Pemerintah juga harus senantiasa memperhatikan tingkat kesejahteraan guru, karena mutlak diperlukan kondisi yang sejahtera agar dapat bekerja secara baik dan meningkatkan profesionalisme. Makin kuatnya tuntutan akan profesionalisme guru bukan hanya berlangsung di Indonesia, melainkan di negara-negara maju. Seperti Amerika Serikat, isu tentang profesionalisme guru ramai dibicarakan pada pertengahan tahun 1980-an. Jurnal terkemuka manajemen pendidikan, Educational Leadership edisi Maret 1933 menurunkan laporan mengenai tuntutan guru professional.
















PENUTUP
KESIMPULAN
Kebijakan pendidikan harus ditopang oleh pelaku pendidikan yang berada di front terdepan yakni guru melalui interaksinya dalam pendidikan. Upaya meningkatkan mutu pendidikan perlu dilakukan secara bertahap dengan mengacu pada rencana strategis. Keterlibatan seluruh komponen pendidikan (guru, Kepala Sekolah, masyarakat, Komite Sekolah, Dewan Pendidikan, dan isntitusi) dalam perencanaan dan realisasi program pendidikan yang diluncurkan sangat dibutuhkan dalam rangka mengefektifkan pencapaian tujuan.
Implementasi kemampuan professional guru mutlak diperlukan sejalan diberlakukannya otonomi daerah, khsususnya bidang pendidikan. Kemampuan professional guru akan terwujud apabila guru memiliki kesadaran dan komitmen yang tinggi dalam mengelola interaksi belajar-mengajar pada tataran mikro, dan memiliki kontribusi terhadap upaya peningkatan mutu pendidikan pada tataran makro.
Salah satu upaya peningkatan profesional guru di SMA Taman Siswa Serdang Bedagai adalah melalui supervisi pengajaran. Pelaksanaan supervisi pengajaran perlu dilakukan secara sistematis oleh kepala sekolah dan pengawas sekolah bertujuan memberikan pembinaan kepada guru-guru agar dapat melaksanakan tugasnya secara efektif dan efisien. Dalam pelaksanaannya, baik kepala sekolah dan pengawas menggunakan lembar pengamatan yang berisi aspek-aspek yang perlu diperhatikan dalam peningkatan kinerja guru dan kinerja sekolah. Untuk mensupervisi guru digunakan lembar observasi yang berupa alat penilaian kemampuan guru (APKG), sedangkan untuk mensupervisi kinerja sekolah dilakukan dengan mencermati bidang akademik, kesiswaan, personalia, keuangan, sarana dan prasarana, serta hubungan masyarakat.
Implementasi kemampuan professional guru mensyaratkan guru agar mampu meningkatkan peran yang dimiliki, baik sebagai informatory(pemberi informasi), organisator, motivator, director, inisiator (pemrakarsa inisiatif), transmitter (penerus), fasilitator, mediator, dan evaluator sehingga diharapkan mampu mengembangkan kompetensinya.